Rabu, 30 Maret 2016

Kereta Bandara Soetta

Kereta Bandara Soetta Dikebut, Pekerjaan Fisik Capai 20%

Dana Aditiasari - detikfinance
Kamis, 31/03/2016 10:42 WIB
Kereta Bandara Soetta Dikebut, Pekerjaan Fisik Capai 20% Foto: pool
Pontianak -Pengembangan jaringan kereta bandara yang menghubungkan Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta) di Tangerang dan Stasiun Sudirman Baru di Jakarta Pusat terus dikebut.

Pekerjaan fisik pengembangan jaringan kereta bandara ini sendiri terus menunjukkan perkembangan yang positif. Pekerjaan fisik telah mencapai 20%.

"Konstruksinya sudah 20% sampai sekarang. Pembangunannya terus jalan sambil menyelesaikan pembebasan lahan," ujar Direktur Utama PT Angkasa Pura II (AP II) (Persero), Budi Karya Sumadi ditemui di Bandara Supadio, Pontianak, Rabu (30/3/2016).

Pekerjaan proyek kereta bandara dikerjakan oleh PT Railink, yang merupakan anak usaha patungan dari PT KAI dan AP II. Total panjang lintasan kereta bandara ini mencapai 36,3 km. Jaringan kereta nantinya menghubungkan Terminal 3 Ultimate Bandara Soeta dengan Stasiun Sudirman Baru.

Dari 36,3 km tersebut, sekitar 12,1 km dari Stasiun Batu Ceper-Airport Railway Station (ARS) di Bandara Soetta merupakan ruas baru yang akan dibangun. Namun, proses konstruksinya belum bisa dilakukan karena KAI masih menyelesaikan proses verifikasi dan pembayaran lahan.

Saat beroperasi nanti, Stasiun Bandara Soetta-Stasiun Manggarai ditempuh dalam waktu 56 menit. Setiap hari, Railink akan mengoperasikan 124 perjalanan dengan 10 rangkaian.

Satu rangkaian terdiri dari 6-10 kereta. Per hari, Kereta Bandara Soetta ditargetkan bisa membawa 13.000 penumpang dari atau ke Bandara Soetta.

Sembari melakukan pembangunan jalur kereta bandara tersebut, saat ini AP II juga tengah menyelesaikan proses pembangunan stasiun terintegrasi di dalam area bandara.

"Pekerjaan stasiun integrated, progres konstruksinya sudah 45%," sambung dia.
http://finance.detik.com/read/2016/03/31/104202/3176464/4/kereta-bandara-soetta-dikebut-pekerjaan-fisik-capai-20?f9911023

Selasa, 29 Maret 2016

Jalur Kereta Api Cianjur-Sukabumi

Menteri Jonan Resmikan Jalur Kereta Api Cianjur-Sukabumi



Menteri Jonan Resmikan Jalur Kereta Api Cianjur Sukabumi
Menhub Ignasius Jonan bersama Gubernur Jabar Ahmad Heryawan meresmikan pengoperasian kereta api perintis Siliwangi lintas pelayanan Cianjur-Sukabumi. Foto: Ricky Susan/Koran Sindo

A+ A-
CIANJUR - Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan bersama Gubernur Jabar Ahmad Heryawan meresmikan pengoperasian kereta api perintis Siliwangi lintas pelayanan Cianjur-Sukabumi, Stasiun KA Cianjur, hari ini.

"Kereta Api Siliwangi ini nantinya tidak hanya melayani Cianjur-Sukabumi, semoga bisa ke Padalarang dan Bandung," kata dia di Cianjur, Jumat (19/2/2016).

Pihaknya saat ini tengah giat melakukan reaktivasi sejumlah jalur perlintasan kereta api di berbagai wilayah di Indonesi. Wilayah Jawa Barat, kata dia, menjadi wilayah yang akan dilakukan reaktivasi secara menyeluruh.

"Khususnya di Jawa, ini (reaktivasi) bagian dari upaya pengembangan aktivitas untuk mengurangi beban kemacetan dan beban biaya transportasi lainnya. Bukan hanya Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah juga kita garap," ujarnya.

Bahkan, lanjut Jonan, pihaknya saat ini tengah membangun jalur kereta api trans Sumatera untuk menggabungkan wilayah Sumatera Barat ke Aceh dan ke wilayah selatan. "Trans Sulawesi dan Kalimantan serta Papua juga akan coba dirintis. Harapan kita, perkeretaapian kita lebih siap sekarang," tuturnya.

Sementara, Ahmad Heryawan menyambut gembira adanya reaktivasi sejumlah jalur perlintasan kereta api di Jawa Barat. Pihaknya siap mengalokasikan anggaran dari APBD untuk mendukung program pemerintah pusat tersebut.

"Terbaru, kita (Pemrov Jabar) telah menghibahkan lahan untuk dijadikan shortcut perlintasan kereta api cepat di wilayah Kabupaten Purwakarta. Itu wujud dukungan kita terhadap perkerataapian di Jawa Barat," katanya.

Aher, panggilan akrab Ahmad Heryawan berharap seluruh rel kereta di Jabar bisa segera diaktifkan kembali. "Kereta api ini sangat bermanfaat bagi masyarakat pada saat kondisi lalu lintas di jalan sudah semakin macet. Kereta api merupakan masa depan transportasi bangsa," tadnasnya.
http://ekbis.sindonews.com/read/1086583/34/menteri-jonan-resmikan-jalur-kereta-api-cianjur-sukabumi-1455856652

Menengok 'Jalur Maut' Saketi-Bayah

Beragam ekspresi diperlihatkan warga di sekitar Pasar Saketi, Pandeglang, saat melihat rombongan "Napak Tilas Jalur Kereta Saketi-Bayah" tiba di sana pada Senin, 21 September 2015. Ada yang cemas, senang, pasrah, sinis, tak ramah, juga menutup diri saat disapa. "Memang akan diaktifkan kembali ya keretanya. Kapan?" tanya seorang pemilik warung dalam bahasa Sunda saat majalah detik singgah untuk membeli minuman ringan.

Ia mengaku senang bila jalur kereta yang dibangun pada masa pendudukan Jepang itu aktif kembali. Sebab, mobilitas warga akan lebih mudah karena mendapatkan alternatif sarana transportasi. Tapi di wajahnya juga tergores kecemasan akan nasib keluarganya yang sudah berpuluh tahun menempati lahan milik PT Kereta Api Indonesia. "Kira-kira kami dapat ganti rugi atau diusir seperti warga Kampung Pulo di Jakarta?" si ibu kembali bertanya.

Jalur Saketi–Bayah di Banten Selatan sepanjang 89 kilometer merupakan lintas cabang dari lintas Rangkasbitung-Labuan. Jalur ini sudah tidak aktif selama sekitar 60 tahun. Lahan maupun jalurnya sudah banyak yang rusak, beralih fungsi, dan ditempati menjadi permukiman warga. Bangunan Stasiun Saketi, misalnya, saat ini ditinggali dan dirawat oleh Mumu Mudjaya, menantu mantan Kepala Stasiun Saketi, Jasuri. Sedangkan di sepanjang jalur rel berdiri puluhan rumah warga dan pasar.

Jalur Saketi-Bayah (foto: Dikhy Sasra)


Menurut mantan Ketua Indonesian Railway Preservation Society Aditya Dwi Laksana, yang memandu acara Napak Tilas, pembangunan jalur rel kereta sepanjang 89 kilometer dari Saketi ke Bayah dilakukan selama 14 bulan, yakni mulai Februari 1943 hingga Maret 1944. Puluhan ribu romusa yang didatangkan dari Purworejo, Kutoarjo, Purwodadi, Semarang, dan Yogyakarta dikerahkan untuk pembangunan proyek tersebut.

Jepang membangun jalur ini untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar kereta api dan kapal laut. Di Bayah terdapat lokasi tambang batu bara yang belum dieksplorasi oleh Belanda. Potensinya 20-30 juta ton dengan ketebalan 80 sentimeter. "Mulai 1 April 1943, Jepang mengeksploitasi tambang batu bara lewat perusahaan Sumitomo," ujarnya.

Saat tiba di Bayah, majalah detik bersama rombongan Napak Tilas, yang berjumlah 50 orang, tak melihat lagi sisa bangunan bekas stasiun di sana. Area stasiun telah berubah menjadi lapangan sepak bola dan sekolah dari tingkat dasar hingga menengah atas. Permukiman warga pun umumnya sudah dibangun permanen. Dari jarak sekitar 200 meter, debur ombak Samudra Hindia jelas terdengar dan terlihat putih bergulung-gulung.

Jalur Rel mati (foto: Dikhy Sasra)


Di Malingping, pertengahan antara Saketi dan Bayah, pun kondisinya nyaris serupa. Yang tersisa di sana tinggal fondasi bekas peron stasiun dengan beberapa pohon kelapa tumbuh di sana. Sementara itu, sekeliling area bekas stasiun sudah sejak berpuluh tahun menjadi lahan persawahan.

Meski begitu, sejumlah tokoh masyarakat di sana menyampaikan harapan agar jalur kereta api Saketi-Bayah bisa diaktifkan kembali. Bukan sekadar untuk nostalgia, tapi memang bisa menjadi alternatif kendaraan yang lebih murah dan cepat ketimbang lewat jalan raya.

"Jadi, kalau bagi kami, sih, kunjungan Bapak-Ibu sekalian sebaiknya tidak sekadar napak tilas, tapi apa yang diperjuangkan setelah itu. Kami senang sekali bisa jalur ini bisa hidup lagi," kata Sekretaris Camat Bayah Ali Rachman.

Kepala Laboratorium Transportasi Universitas Soegijapranata, Semarang, Djoko Setijowarno, yang turut dalam rombongan Napak Tilas, menilai tuntutan semacam itu tidak berlebihan. Sebab, di dekat Pulau Manuk, Bayah, kini telah berdiri pabrik Semen Merah Putih, ada perkebunan sawit di jalur Saketi-Malingping, serta obyek wisata Sawarna sekitar 8 kilometer dari Bayah. "Reaktivasi jalur-jalur kereta api yang melintasi kawasan pedesaan seperti Saketi-Bayah ini pada gilirannya akan menghidupkan roda perekonomian di pedesaan," ujarnya.

Foto: Dikhy Sasra


Selain jalur Saketi-Bayah, masih ada jalur lintas Rangkasbitung-Labuan sejauh 56 kilometer, yang menurut Djoko mendesak untuk diaktifkan kembali. Dulu di jalur ini, puluhan kilogram ikan dari Labuan diangkut menuju Stasiun Tanah Abang, yang berjarak 129 km. Dari Tanah Abang, kereta biasanya mengangkut garam untuk keperluan pembuatan ikan asin di Labuan. Labuan sebagai penghasil ikan dapat menjadi pemasok konsumsi ikan bagi warga Jakarta.

Di jalur Rangkasbitung-Labuan terdapat Stasiun Pandeglang, Saketi, dan Menes. Kondisi stasiun tersebut masih berwujud bangunan, meski tidak seutuh seperti dulu.

"Dengan diaktifkannya jalur ini, dapat diteruskan ke lintas cabang dari Saketi ke Bayah sejauh 89 km," kata Djoko.

Di samping itu, di dekatnya sudah dikembangkan kawasan industri dan pariwisata Tanjung Lesung yang cukup terkenal. Selain rencana membangun jalan tol dari ruas Jakarta-Merak, tidak ada salahnya dibangun pula jalan rel dari Labuan atau Menes.

Tersedianya jalan rel menuju Tanjung Lesung cukup mendukung distribusi barang dan pengembangan pariwisata di Provinsi Banten. Dengan mengaktifkan jalan rel, ada alternatif mobilitas bagi warga selain melalui jalan raya.

Hanya, dalam Rancangan Induk Perkeretaapian Nasional yang disusun Departemen Perhubungan pada 2011, tidak dicantumkan jalur Saketi-Bayah untuk diaktifkan kembali. Rancangan itu hanya mencantumkan 12 jalur kereta api mati yang akan diaktifkan kembali, yaitu jalur Sukabumi-Cianjur-Padalarang, Cicalengka-Jatinangor-Tanjungsari, Cirebon-Kadipaten, Banjar-Cijulang, Purwokerto-Wonosobo, Kedungjati-Ambarawa, Jombang-Babat-Tuban, Kalisat-Panarukan, Semarang-Demak-Juana-Rembang, Madiun-Slahung, Sidoarjo-Tulangan-Tarik, dan Kamal-Sumenep.
http://news.detik.com/berita/3030879/menengok-jalur-maut-saketi-bayah/1

Penyebab Jalur KA Bogor-Sukabumi Longsor karena Tanah Labil

Senin, 21 Maret 2016 — 18:53 WIB
Jalur KA longsor sehingga perjalanan KA Bogor-Sukabumi terhenti
Jalur KA longsor sehingga perjalanan KA Bogor-Sukabumi terhenti
BOGOR (Pos Kota) – Penyebab jalur Kereta Api Diesel (KRD) Parahyangan jurusan Bogor-Sukabumi longsor diduga kuat karena konstruksi tanah wilayah Cigombong yang labil tidak kuat lagi menahan gempuran hujan dalam intensitas tinggi.
Tanah amblas terjadi di perlintasan kereta api Bogor-Sukabumi ini berada di KM 11+9 tepatnya di Cigombong, Kabupaten Bogor. Pelayanan KRD Bogor-Sukabumi sudah dihentikan selama tiga hari kedepan.
Darmin, Kepala Stasiun Besar Bogor mengatakan, perjalanan kereta api Bogor-Sukabumi dibatalkan semua, akibat longsor pada bantaran rel.
“KRD Parahyangan jurusan Bogor-Sukabumi tiga hari kedepan tidak beroperasi,”kata Darmin saat ditemui di Bogor, Senin (21/3).
Ia mengaku, proses perbaikan dilakukan dengan melibatkan bantuan dari berbagai instansi.
Darmin berharap, proses perbaikan bisa lebih cepat selesai. Hal ini agar masyarakat tidak dirugikan dalam waktu lama.
Sebanyak 50 orang bekerja di lokasi untuk proses perbaikan rel. Mereka dibantu alat berat yang di turunkan ke lokasi.
Walau demikian, Darmin mengaku, memperbaiki rel kereta itu tidak bisa cepat. Perbaikan bantalan rel, harus maksimal dan harus di jamin benar-benar aman, saat di lintasi usai diperbaiki.
“Jalur perlintasan kereta api Bogor-Sukabumi memang rawan longsor. Sehingga perlu perhatian lebih demi keselamatan penumpang. Jalur ini berbeda dengan perlintasan di daerah lain. Tanah di jalur ini labil, sehingga rawan terjadi longsor,”paparnya.
Akibat pembatalan pada hari Senin (21/3) ini, lanjut Darmin,834 tiket yang sudah terjual, harus di kembalikan.
“Rincian 834 tiket ini yakni, 248 tiket dengan penumpang untuk tiga kali pemberangkatan dari Bogor menuju Sukabumi. Lalu 586 tiket dari tiga kali pemberangkatan Sukabumi menuju Bogor. Seluruh tiket kami ganti utuh,”ujarnya.
Ia menegaskan, tanah di perlintasan. KRD amblas pada Minggu (20/3) malam.Penumpang setia kereta api, langsung mendapat pelayanan transportasi pengganti lewat jalur darat.
http://poskotanews.com/2016/03/21/penyebab-jalur-ka-bogor-sukabumi-longsor-karena-tanah-labil/

Jalur KA Rancaekek-Tanjungsari

Napak Tilas Jalur Kereta Zaman Belanda, dari Rancaekek Hingga Jembatan Cincin

Avitia Nurmatari - detikfinance
Napak Tilas Jalur Kereta Zaman Belanda, dari Rancaekek Hingga Jembatan Cincin Foto: Avitia Nurmatari
Rancaekek -Jalur kereta Api Rancaekek-Tanjungsari (Citali) disebut-sebut akan diaktifkan kembali. detikFinance berkesempatan untuk napak tilas di jalur tersebut. Seperti apa kondisinya sekarang?

Lokasi pertama yang didatangi adalah Stasiun Kereta Api Rancaekek. Di sana terdapat cabang rel yang dahulu digunakan untuk jalur kereta api Rancaekek-Tanjungsari. Kini jalur tersebut sudah tidak digunakan lagi, beralihfungsi menjadi pesawahan dan pemukiman.

Selanjutnya napak tilas dilanjutkan ke Jembatan Tunggul Hideung Tanjungsari. Ada dua bangunan sisa jembatan yang masih berdiri di tengah sawah. Dahulu jembatan tersebut rencananya akan dibangun semacam flyover jalur kereta, namun urung dibangun.

Perjalanan dilanjutkan ke Stasiun Tanjungsari. Bangunan itu kini sudah berubah menjadi Gedung Serbaguna. Di sisi kanan gedung, masih ada jejak identitas peninggalan yakni nama stasiun yang tertulis dalam ejaan lama 'Tanjoengsari'. Tulisannya sudah tidak jelas termakan usia.

Berjalan sekitar 100 meter dari stasiun, terdapat underpass kereta api. Saat ini kondisinya sudah naik sekitar 3 meter, lebih tinggi dari jalur lama.

"Dulu ini dibawah sekali, kalau lewat sini bergaung. Sekarang sudah tinggi," ujar salah satu warga yang berjualan ayam di kolong underpass tersebut.

Ujung perjalanan napak tilas berakhir di Jembatan Cikuda yang tersohor oleh mahasiswa Kampus Unpad Jatinangor dengan sebutan jembatan Cincin.

Jembatan ini dulunya juga jembatan rel kereta api. Namun kini rel sudah tak nampak dan digunakan sebagai akses jalan umum warga sekitar.

Belum dipastikan apakah jalur ini akan direaktivasi atau akan menggunakan jalur baru jika rute kereta api Rancaekek-Tanjungsari diaktifkan kembali.
(avi/ang)
http://finance.detik.com/read/2016/03/29/161839/3175113/4/napak-tilas-jalur-kereta-zaman-belanda-dari-rancaekek-hingga-jembatan-cincin?f9911013

Mati 74 Tahun, Jalur KA Rancaekek-Tanjungsari Bakal Hidup Lagi

Avitia Nurmatari - detikfinance
Mati 74 Tahun, Jalur KA Rancaekek-Tanjungsari Bakal Hidup Lagi Foto: Avitia Nurmatari
Rancaekek -Sudah 74 tahun jalur Kereta Api (KA) Rancaekek-Tanjungsari (Citali) ditutup. Rencananya Pemprov Jabar akan mengaktifkan kembali jalur kereta api Rancaekek-Tanjungsari sepanjang 11,5 kilometer tersebut.

Untuk mengecek kesiapan jalur Rancaekek-Tanjungsari tersebut, PT Kereta Api Indonesia (KAI) melakukan peninjauan ke jalur tersebut, Selasa (29/3/2016).

"Nanti kita akan melihat langsung kondisi di lapangan seperti apa, mulai dari kondisi rel, jembatan dan lain-lainnya. Kami harap bisa bermanfaat dan membawa sesuatu," ujar Kepala Humas PT KAI, Agus Komaruddin.

Bersama rombongan, pengecekan dimulai dari Stasiun Rancaekek. Rencananya dari Stasiun Rancaekek akan langsung meninjau Jembatan Tunggul Hideung Tanjungsari, Eks Stasiun Kereta Api Tanjungsari kemudian Jembatan Cincin Cikuda.

"Dalam perjalanan dari Stasiun Rancaekek kita juga akan melihat beberapa rel yang saat ini sudah dipakai pemukiman," ujar Aditya Dwi Laksana selaku Exevutive Chairman Kereta Anak Bangsa.



Sekilas tentang jalur Kereta Api Rancaekek-Tanjungsari (Citali), dimulai pada 13 Februari 1921, jalur ini menjadi andalan untuk mengangkut hasil perkebunan dan kepentingan pertahanan militer di wilayah Bandung Timur.

Namun pada zaman Jepang, tepatnya tahun 1942, jalur Rancaekek-Tanjungsari ditutup.